Jumat, 14 Mei 2010

MAKALAH WACANA PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM

WACANA PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliyah Fiqih Kontemporer

Dosen Pembina
Subhan M.Pd











Disusun Oleh:
Qurratul Aini



Fakultas Agama Islam (FAI)
Universitas Islam Madura (UIM)
PolaganPamekasan Madura
2010



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja serta puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan petunjuk melalui Rasul-NYA. Sholawat dan salam semoga abadi tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pemilik uswah paripurna, Berkat beliau kami bisa mengenal dunia yang begitu menakjubkan, berkat beliau kami bisa terangkat dari Alam Marjinalisasi menuju Alam Pengangkat Derajat Manusia.

Ucapan Syukran Jazil kami ucapkan kepada dosen pembina, berkat bimbingan beliau kami bisa menyelesaikan makalah ini meski masih jauh dari kesempurnaan.

Terima kasih kami ucapkan pada teman-temanku yang telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini sehingga makalah ini yang berjudul “Wacana Pembaharuan Hukum Islam” bisa terselesaikan dengan baik dan menyenangkan.

Hati selalu berharap, pikiran telah menggarap, mulut selalu berucap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Amin…!








Pamkasan 15. 05. 2010



Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR 1
DARTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
a. Gambaran umum 3
b. Rumusan masalah 3
c. Tujuan penulisan makalah 3
BAB II PEMBAHASAN : WACANA PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM 4
a. Definisi pembaharuan hukum islam 4
b. Histories perkembangan hukum islam 5
c. Cara untuk melakukan pembaharuan hukum islam 8
BAB III KESIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 14


















BAB I
PENDAHULUAN

A. Gamabaran Umum
Sekang kita hidup di era modern, semua yang kita butuhkan langsung tersedia secara instant. Fenomena ini bisa kita lihat di beberapa bidang. Di bidang komonikasi, kita dulu masih SD tidak ada orang yang memegang hendphone kecuali orang-orang tertentu saja, bahkan dulu TV sangat sulit kita jumpai, tetapi pada era ini anak SD pun sekarang sudah banyak yang memegang HP, bahkan sekarang di desa-desa sudah ada yang namanya internet. Di bidang kedokteran, sekarang orang yang hamil bisa diketahui apakah bayinya laki-laki atau perempuan, bahkan juga bisa mengetahui istri yang sudah ditinggalkan suaminya apakah dirahimnya terdapat bayinya atau tidak. Dan dibidang-bidang yang lainya. Sejalan dengan perkembangan itu, persolan-persoalan juga semakin kompleks. Apakah hukum Islam bisa menjawab semua persoalan-persoalan itu?, apakah jawaban-jawaban itu masih relevan seperti zaman Nabi dan sahabat-sahabat-Nya? dan apa yang harus dilakukan jika jawaban-jawaban itu tidak relevan lagi?

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah: Apa definisi dari pembaharuan hukum Islam itu sendiri?, bagaiman historis perkembangan hukum Islam dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarang? dan bagaiman caranya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam itu?

C. Tujuan Penulisan makalah
Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui pembaharuan hukum Islam pada masa Nabi Muhammad SAW sampai sekarang dan mengapa harus ada pembahauan hukum Islam serta bagaiman caranya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam.





BAB II
PEMBAHASAN
WACANA PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM

Dalam sistem hukum apapun dan di manapun di dunia ini, hukum mengalami perubahan, pembaharuan. Bagi hukum tanpa kitab suci atau hukum wadh’i, perubahan atau pembaharuan hukum itu dilakukan untuk menyesuaikan hukum dengan perkembangan sosial dan kebutuhan masyarakat. Ini tentu terkait dengan sifat dasar dan ruang lingkup hukum (wadh’i) itu sendiri, yaitu aturan yang dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan hidup antara manusia dengan manusia serta penguasa dalam masyarakat.
Pembaharuan hukum merupakan keharusan sejarah karena fenomena sosial kemasyarakatan tidaklah statis atau tetap, melainkan selalu berubah. Jadi, selain bersifat permanen, hukum juga berubah. “Laws maintain the status quo but also provide for necessary changes,” kata Steven Vago.

A. Definisi Pembaharuan Hukum Isalam
Pembaruan atau reformasi (tajdid dan islah) sejauh ini telah muncul dengan berbagai predikat, seperti reformisme, modernisme, puritanisme bahkan fundamentalisme. Ini sebenarnya memiliki dasar-dasar tertntu dalam pengalaman sejarah kaum muslim. Sebagai suatu bentuk implementasi ajaran Islam pasca Nabi SAW., pembaruan (tajdid dan islah) juga merupakan wacana yang inhern dalam kehidupan kaum muslim.
Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu: “pembaharuan” yang berarti modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang baru, dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau koleksi daya upaya para fukaha dalam bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini hukum Islam sama dengan fiqh, bukan syariat.
Pembaharuan yang dimaksud disini adalah pembaharuan yang kata padanannya dalam bahasa Arab ialah tajdid, bukan bid’ah, ibda’ atau ibtida’. Sebab, meskipun kata-kata ini juga mengandung makna kebaruan, pembaharuan ataupun pembuatan hal baru, konotasinya negatif karena secara semantik mengandung arti pembuatan hal baru dalam agama. Secara kebahasaan sebetulnya kata-kata bid’ah dan tasyrifnya mempunyai arti kreativitas atau daya cipta. Maka dalam al Quran pun Tuhan disebutkan sebagai al-Badi’, Maha Kreatif atau Maha berdaya cipta (QS. 2:59 dan 6:101). Dan jika Nabi SAW bersabda agar kita berbudi dengan mencontoh budi Tuhan, maka kreativitas atau daya cipta adalah hal yang sangat terpuji. Namun sudah dikatakan, tentu saja yang terpuji itu bukanlah kreativitas atau daya cipta dalam hal agama itu sendiri, seperti kreativitas dan daya cipta dalam masalah ibadah murni. Maka sama sekali tidak dapat dibenarkan, misalnya, menambah jumlah rakaat dalam shalat atau memasukkan sesuatu yang sebenarnya hanya budaya belaka menjadi bagian dari agama murni. Maka kreativitas atau daya cipta dalam hal keagamaan murni (bukan dalam hal budaya keagamaan) sama dengan tindakan mengambil wewenang Allah SWT dan Rasul-Nya, yang menurut sabda Nabi SAW adalah sesat.

B. Historis Perkembangan Hukum Islam
Hukum Islam itu hidup dan berkembang dalam pergumulan sejarah dan sosial secara responsif, adaptif dan dinamis. Karakteristik ini memungkinkannya melakukan reformasi atau pembaharuan. Jika pembaruan itu dibawa ke dalam konteks hukum Islam, maka yang dimaksud “pembaruan hukum Islam” adalah “upaya untuk memberikan jawaban-jawaban ajaran Islam di bidang hukum terhadap kemajuan modern”.
Perkembangan hukum islam dari masa kemasa:
1. Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada masa ini disebut masa penetepan tiang-tiang (da’aa’im).dengan memerangi orang-orang yang murtad mutanabbi dan pembangkang penyerahan zakat. Di masa ini pula dikumpulkan Al-Qur’an pada satu mushaf.
2. Masa Umar Ibn Khatab
Pada masa ini telah bisa menyusun administrasi pemerintahan menetapkan pajak, kharaj atas tanah subur yang dimiliki oleh orang non muslim, menetapkan peradilan, perkantoran, dan kalender penanggalan.
3. Masa Utsman Ibn Affan
Pada zamanya telah diperintahkan Zaid Ibn Tsabit dan Abdullah Ibn Zubair. Sa’iid Ibn Al-Ash dan Abdurrahman Bin Harits untuk mengumpulkan Al-Qur’an dengan qiraah (dialek) yang satu dengan mushaf satu macam pula pada tahun 30 H./650M.
4. Masa Ali bin Abi Thalib
Dengan wafatnya Sayyidina Ali, berakhirlah masa Khulafa’ur-Rasyidin dalam perkembangan tasyri’ Islam. Pada masa ini sumber tasyri’ Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang disebut dengan nash atau naql, apabila ada masalah yang tidak jelas dalam nash, para sahabat pada zaman Khulafa’ur-Rasyidin, memakai ijtihad dengan berpegang kepada ma’quul an-nash dan mengeluarkan ‘illah atau hikmah yang dimaksud dari nash itu, kemudian menerapkan pada semua masalah yang sesuai dengan ‘illahnya dengan ‘illah pada yang dinash untuk mendapatkan hukum yang dicari, yang disebut dengan al-qiyaas, jika hukum yang dicari tidak ada nashnya, maka para sahabat bermusyawarah, yang disebut dengan al-ijmaa’. Para Ulama’ menyebutkan bahwa dari praktek khulafa’ur-Rasyidin itu terdapat perluasan dasar tasyri’ Islam disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat juga Al-Qiyaas dan Al-Ijmaa’.
5. Masa Khilafah Amawiyah
Pada masa ini adalah masa pembentukan fiqh Islami yaitu ilmu furu’ syari’ah dan hukum-hukumnya yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili. Para fuqaha meletakkan peraturan dasar yang diambil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dari Ijma’ dan Qiyas. Pada garis besarnya mereka terbagi ke dalam dua aliran, yaitu aliran Hijaz yang berpegang kepada nash-nash as-sunnah/ahli hadis, dan aliran Irak yang telah dipengaruhi kebudayaan masyarakat yang baru, sehingga para fukaha-nya cendrung menggunakan qiyas/ar-ra’yi. Dan masa ini juga telah dimulai penafsiran al-qur’an dan pengumpulan hadits, mempelajari dan mendalaminya, menjaga kepalsuan dari pengaruh politik,pengaruh gololongan,atau sebab-sebab yang lain.
6. Masa Keemasan Abbasiyah
Pada masa ini syari’at dipelajari secara khusus dengan ilmu khusus yaitu ushulul-fiqh dan dikarang kitab-kitab dalam hal furu’ fiqh. Dan pada masa ini fuqaha sunni terbagi tiga golongan, yaitu fuqaha sunni ahli Ra’yi tokohnya Abu Hanifah di Iraq, fuqaha sunni ahli hadits tokohnya Malik Ibnu Anas di Hijaz dan golongan yang bertentangan dari kedua golongan tersebut yaitu aliran Asy-Syafi’i.
7. Hukum Islam di kerajaan Mataram
Sebelum sultan agung menjadi sultan mataram, masyarakat setempat memeluk agama hindu. Setelah Sultan Agung menjadi sultan mataram hukum Islam sangat berpengaruh di kerajaan itu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hukum kisas. Tidak hanya di daerah kerajaan agung saja, tetapi disebelah utara jawa, terbukti dengan adanya pengadilan-pengadilan agama baik yang berhubungan dengan keluarga atau yang lainya yang dipimpin langsung oleh pemuka-pemuka kerajaan.
8. Kerajaan Banjar
Sebagian masyarakat banjar atau Kalimantan sudah ada yang memeluk agama Islam. Pada saat Pangeran Samudra atau Pangeran Suriansyah mau berperang dengan pamanya; Pangeran Tumenggung, beliau berjanji akan masuk Islam jika menang dalam peperangan,sehingga kerajaan di Jawa banyak yang membantu. Dengan masuknya pangeran Suriansyah ke agama Islam, maka proses ilamisasi di banjar semakin mudah, tetapi konsepsi hukum yang dianut nampaknya juga tidak murni berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, karena sebelumnya sudah ada agama Hindu.dan proses Islamisasi juga dipengaruhi oleh faham tasawwuf (sufisme).
9. Hukum Islam pada masa kompeni
Hadirnya kompeni di Indonesia pada awalnya hanya untuk mendapatkan keuntungan materi saja, tetapi ketika mereka tahu kalau masyarakat Indonesia kebanyakan beragama Islam, maka agama merekapun (kristen) dibawa masuk pula ke Indonesia.secara umum kehadiran mereka di sambut kurang simpatik penduduk (orang pribumi atau inlander), karena sudah ada agama Islam sebelumnya, maka mau tidak mau mereka harus menghormati Islam sebagai agama dan kenyataan yang ada di Indonesia dan tidak bisa memaksakan pengaruhnya terutama kaitanya dengan bidang-bidang agama.
Di masa kompeni Islam dan konsepnya tidak dapat dengan mudah dipengaruhi oleh agama dan budaya belanda,itu disebabkan karena didirikanya pendidikan Islam yang dikenal dengan pesanteren,karena dipesantren merupakan basis utama dalam mengembangkan akidah Islam.
10. Pembaharuan Hukum Islam Dan Pergerakan Nasional
Hukum Islam pada masa ini bekembang cendung lamban, seirama dengan ketradisionalan, ini semuanya disebabkan karena Indonesia belum merdeka. Dapat dimakulumi jika sebagian serjan belanda melontarkan konsepnya tentang hukum agama bahwa hukum agama merupakan hukum adat setempat dan kedudukanya sebagai penunjang saja dan dapat dirombak jika tidak sesuai dengan zaman. Dan dengan hadirnya para tokoh yang notabeni dari pesantren yang sebagai konseptor merombak tata nilai berdasarkan hukum Islam,dan juga berdasarkan pengetahuan modern agar sesuai dengan zaman.
11. Hukum islam pada pendudukan jepang
Jepang datang ke Indonesia tujuan utamanya adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai basis pangkalanya didaerah –daerah bagian selatan, sehingga hukum yang konsepsional tergantung kepada keadaan. artinya, apapun bentuk hukumnya kalau menganggu pemerintah militerisme maka akan dilarang dan jika konsepsi agamanya mendukung misinya maka dibiarkan berkembang.
C. Cara Untuk Melakukan Pembaharuan Hukum Islam

Dari sejarah diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa hukum Islam itu harus dinamis, sehingga tidak luput dari suatu pembaharuan. Untuk melakukan suatu pembaharuan hukum Islam harus ditempuh melalui beberapa metode. Dalam hal ini Ibrahim Hosen seorang ahli hukum Islam Indonesia menawarkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemahaman baru terhadap Kitabullah
Untuk mengadakan pembaharuan hukum Islam,hal ini dilakukan dengan direkonstruksi dengan jalan mengartikan al-qur’an dalam konteks dan jiwanya.pemahaman melalui konteks berarti mengetahui asbab an-nusul. Sedangkan pemahaman melalui jiwanya berarti memperhatikan makna atau substansi ayat tersebut.
2. Pemahaman baru terhadap Sunah
Dilakukan dengan caramengklasifikasikan sunnah, mana yang dilakkan Rasulullah dalam rangkka Tasyri’ Al-Ahkam (penetapan hukum) dan mana pula yang dilakukannya selaku manusia biasa sebagai sifat basyariyyah (kemanusiaan). Sunnah baru dapat dijadikan pegangan wajib apabila dilakukan dalam rangkaTasyri’ Al- Ahkam. Sedangkan yang dilakukannya sebagai manusia biasa tidak wajib diikuti, seperti kesukaaan Rosulullah SAW kepada makanan yang manis, pakaian yang berwarna hijau dan sebagainnya. Disamping itu sebagaimana aal-Qur’an, Sunnah juga harus dipahami dari segi jiwa dan semangat atau substansi yang terkandung didalamnya.
3. Pendekatan ta’aqquli (rasional)
Ulama’ terdahulu memahami rukun Islam dilakukan dengan Taabbudi yaitu menerima apa adanya tanpa komentar, sehingga kwalitas illat hukum dan tinjauan filosofisnya banyakk tidak terungkap. Oleh karena itu pendekatan ta’aquli harus ditekankan dalam rangka pembaharuan hukum Islam (ta’abadi dan ta’aqquli). Dengan pendekatan ini illat hukum hikmahat-tashih dapat dicerna umat Islam terutama dalam masalah kemasyarakatan.
4. Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
Dalam masalah hukum pidana ada unsur zawajir dan jawabir. Jawabir berarti dengan hukum itu dosa atau kesalahan pelaku pidana akan diampuni oleh Allah. Dengan memperhatikan jawabir ini hukum pidana harus dilakukan sesuai dengan nash, seperti pencuri yang dihukum dengan potong tangan, pezina muhsan yang dirajam, dan pezina ghoiru muhsan didera. Sedangkan zawajir adalah hukum yang bertujuan untuk membuat jera pelaku pidana sehingga tidak mengulanginya lagi. Dalam pembaharuan hukum Islam mengenai pidana, yang harus ditekakankan adalah zawajir dengan demikian hukum pidana tidak terikat pada apa yang tertera dalam nash.
5. Masalah ijmak
Pemahaman yang terlalu luas atas ijmak dan keterikatan kepada ijamak harus dirubah dengan menerima ijmak sarih,yang terjadi dikalangan sahabat (ijmak sahabat) saja,sebagai mana yang dikemukakan oleh asy-syafi’i.kemungkinan terjadinya ijmak sahabat sangat sulit,sedangkanijmak sukuti (ijmak diam) masih diperselisihkan. Disamping itu,ijmak yang dipedomi haruslah mempunyai sandaran qat’i yang pada hakikatnya kekuatan hukumnya bukan kepada ijmak itu sendiri,tetapi pada dali yang menjadi sandaranya. Sedangkan ijmak yang mempunyai sandaran dalil zanni sangat sulit terjadi.
6. Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat)
Kaidah-kaidah yang dirumuskan untuk mendeteksi ilat hukum yang biasanya dibicarakan dalam kaitan dengan kias. Dalam kaidah pokok dikatakan bahwa “hukum beredar sesuai dengan ilatnya”. Ini fitempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari serta menguji alit yang benar-benar baru.
7. Masalih mursalah
Dimana ada kemaslahatan disana ada hukum Allah SWT adalah ungkapan popular dikalangan ulama. Dalam hal ini masalih mursalah dijadikan dalil hukum dan berdasarkan ini,dapat ditetapkan hukum bagi banyak masalah baru yang tidak disinggung oleh al-qur’an dan sunah.
8. Sadd az-zari’ah
Sadd az-zari’ah berarti sarana yang membawa ke hal yang haram. Pada dasarnya sarana itu hukumnya mubah,akan tetapi karena dapat membawa kepada yang maksiat atau haram,maka sarana itu diharamkan. Dalam rangka pembaharuan hukum Islam sarana ini digalakkan.
9. Irtijab akhalf ad-dararain
Dalam pembaharuan hukum Islam kaidah ini sangant tepat dan efektif untuk pemecahan masalah baru. Umpamanya perang di bulan muharram hukumnya haram, tetapi karena pihak musuh menyerang,maka boleh dibalas dengan berdasarkan kaidah tersebut,karena serangan musuh dapat menggangu eksistensi agama Islam.
10. Keputusan waliyy al-amr
Atau disebut juga ulil amri yaitu semua pemerintah atau penguasa,mulai dari tingkat yang rendah sampai yang paling tinggi. Segala peraturan Undang-Undangan wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan agama. Hukum yang tidak dilarang dan tidak diperintahakn hukumnya mubah. Contohnya,pemerintah atas dasar masalih mursalah menetapkan bahwa penjualan hasil pertanian harus melalui koperasi dengan tujuan agar petani terhindar dari tipu muslihat lintah darat.
11. Memfiqhkan hukum qat’i
Kebenaran qat’i bersifat absolut. Sedangkan kebenaran fiqh relative.menurut para fukaha, tidak ada ijtihad terhadap nas qat’i (nas yang tidak dapat diganggu gugat). Tetapi kalau demikian halnya,maka hukum Islam menjadi kaku. Sedangkan kita perpegang pada moto: al-Islam salih li kulli zaman wa makan dan tagayyur al-ahkam bi tagayyur al-amkinah wa al-zaman.untk menghadapi masalah ini qat’i diklasifikasikan menjadi:Qat’I fi jami’ al-ahwal dan Qot’i fi ba’d al-ahwal. Pada qot’I fi al-ahwal tidak berlaku ijtihad,sedangkan pada qot’I fi ba’d al-ahwal ijtihad dapat diberlakukan.tidak semua hukum qat’I dari segi penerapanya (tatbiq) berlaku pada semua zaman.
Dalam realitas sejarahnya, usaha pembaruan hukum dalam Islam itu, menurut Coulson, menampakkan diri ke dalam empat bentuk, kodifikasi hukum Islam, prinsip takhayyur (eklektik), upaya antisipasi perkembangan peristiwa hukum baru dengan mencari alternatif-alternatif hukum. Dan terakhir adalah upaya pembaruan (islah) hukum sesuai dengan perkembangan masyarakat yang dinamis.
























BAB III
KESIMPULAN
Pembaharuan hukum islam dilakukan dengan cara berijtihad, dan ijtihad inilah yang menjadi intisari pembaharuan dalam islam. Dengan adanya ijtihad,d apat diadakan penafsiran dan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran yang zanni, dan dengan adanya ijtihad dapat ditimbulkan pendapat dan pemikiran baru sebagai pengganti pendapat dan pemikiran ulama-ulam terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,Sesuai dengan moto: Al-Islam Salih Li Kulli Zaman Wa Makan Dan Tagayyur Al-Ahkam Bi Tagayyur Al-Amkinah Wa Al-Zaman.
Untuk melakukan suatu pembaharuan hukum Islam harus ditempuh melalui beberapa metode.metode yang dipakai sebagai berikut:
1. Pemahaman baru terhadap Kitabullah
2. Pemahaman baru terhadap Sunah
3. Pendekatan ta’aqquli (rasional)
4. Penekanan zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
5. Masalah ijmak
6. Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat)
7. Masalih mursalah
8. Sadd az-zari’ah
9. Memfiqhkan hukum qat’i
10. Keputusan waliyy al-amrIrtijab akhalf ad-dararain
Pembaharuan hukum islam dimaksudkan agar ajaran islam tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern, ini semua dapat ditempuh dengan beberapa metode, diantaranya adalah:
1. Memberikan kebijakan administrasi
2. Membuat aturan tambahan
3. Talfiq (meramu)
4. Melakukan reinterpretasi dan reformulasi






DAFTAR PUSTAKA
• Ensiklopedi hukum islam,1997, Jakarta,PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
• Mohammad Daud Ali,2004,Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia,Jakarta,PT. RajaGrafindo persada.
• Muhammad Ali As-saayis,1995, Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Fiqh, Jakarta,
PT. RajaGrafindo Persada.
• Rachmat Djatnika,Endang Saifuddin Anshari,dkk,1994,Hukum Islam Di Indonesia Perkembangan Dan Pembentukan,bandung,PT. Remaja Rosdakarya.

1 komentar:

  1. bagus artikelnya sob, semoga artikel selanjutnya juga artikel yang menarik dan saya akan rekomondasikan blog sobat kepada teman-teman saya

    BalasHapus